Setiap tanggal 21 April, Indonesia merayakan Hari Kartini dengan penuh semangat-dari lomba memakai kebaya sampai pidato penuh semangat tentang emansipasi wanita.
Tapi, pernah nggak sih kepikiran, “Eh, RA Kartini itu ada hubungannya sama Blitar juga, ya?” Nah, jangan cuma tahu Kartini dari Jepara doang, karena ternyata ada cerita seru dan unik yang menghubungkan pahlawan wanita ini dengan kota Blitar!
Penasaran gimana ceritanya?
Yuk, kita bongkar fakta menarik dan kisah tersembunyi yang jarang banget diangkat soal hubungan RA Kartini dengan Blitar.
Hubungan RA Kartini dengan Blitar
Banyak yang mengenal RA Kartini sebagai putri ningrat Jepara yang berjuang untuk pendidikan wanita.
Namun, yang jarang diketahui adalah suami RA Kartini, Raden Mas Arja Adipati Singgih Djojo Adhiningrat, atau yang lebih dikenal sebagai Bupati Rembang, ternyata memiliki akar kuat dari Blitar.
Bupati Singgih adalah putra dari Patih Kabupaten Blitar, Raden Ngabehi Bawadiman Djojodigdo, seorang tokoh penting dalam sejarah Blitar yang berperan besar dalam pembangunan dan pemerintahan daerah tersebut pada akhir abad ke-19.
Siapa Bupati Singgih dan Keluarganya?
Bupati Singgih lahir pada 2 Maret 1854 di rumah Patih Djojodigdo di Blitar, sebuah bangunan berarsitektur Jawa klasik yang masih berdiri kokoh hingga kini di Jalan Melati, Kota Blitar.
Patih Djojodigdo sendiri adalah seorang bangsawan dan pejabat tinggi yang mendampingi Bupati Blitar dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan dari tahun 1877 hingga 1896.
Ia dikenal memiliki kecerdasan luar biasa dan keahlian dalam ilmu bela diri, serta berperan penting dalam membangun infrastruktur kota Blitar, termasuk stasiun kereta api yang menjadi simbol kemajuan daerah tersebut.
Rumah kelahiran Bupati Singgih, yang kini dikenal sebagai Pesanggrahan Djojodigdo, menjadi salah satu situs bersejarah yang dikunjungi oleh para pecinta sejarah dan menjadi petilasan yang menghubungkan RA Kartini dengan Blitar.
Peran Keluarga Blitar dalam Kehidupan RA Kartini
Pernikahan RA Kartini dengan Bupati Singgih pada akhir tahun 1903 membawa Kartini ke dalam lingkungan keluarga besar yang berasal dari Blitar.
Meskipun Kartini berasal dari kalangan ningrat Jepara, ia dikenal tidak canggung bergaul dengan berbagai kalangan pribumi, termasuk saat tinggal di Rembang bersama suaminya.
Namun, pernikahan ini juga membawa dilema bagi Kartini, terutama karena ia menolak sistem poligami yang dijalani suaminya, yang merupakan istri keempat dari Bupati Rembang tersebut.
Keterkaitan Kartini dengan Blitar tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga historis dan simbolis.
Melalui suaminya, Kartini terhubung dengan keluarga yang memiliki peran penting dalam sejarah pemerintahan dan pembangunan Blitar.
Ini menambah dimensi baru dalam memahami perjalanan hidup Kartini yang tidak hanya berjuang untuk emansipasi wanita, tetapi juga menghadapi realitas sosial dan budaya pada zamannya.
Meskipun Kartini lebih dikenal di Jepara dan Rembang, kota Blitar juga turut mengenang dan merayakan perjuangannya.
Setiap tanggal 21 April, berbagai kegiatan peringatan Hari Kartini digelar di Blitar, termasuk oleh instansi pemerintah dan organisasi wanita yang mengangkat semangat Kartini dalam memperjuangkan hak dan pendidikan perempuan.
Pada peringatan Hari Kartini 2025 di Blitar, suasana terasa semakin hidup dan menarik karena seluruh petugas pelayanan di Samsat Kota Blitar mengenakan pakaian jadul khas era Kartini.
Mereka memakai kebaya, beskap, dan kain batik yang langsung mencuri perhatian masyarakat yang datang berurusan di Samsat.
Pakaian tradisional ini bukan hanya sekadar kostum, melainkan bentuk penghormatan nyata terhadap perjuangan RA Kartini dan simbol kebanggaan budaya Jawa yang masih dilestarikan di Blitar.
Selain Samsat, sekolah-sekolah di Blitar juga ikut meramaikan peringatan dengan mengenakan busana adat atau pakaian jadul yang mencerminkan semangat kebudayaan dan perjuangan Kartini.
Selain petugas Samsat dan sekolah-sekolah yang kompak mengenakan kebaya dan busana tradisional, De Karanganjar Koffieplantage juga rutin mengangkat tradisi ini dengan mengenakan pakaian jadul pada event-event penting atau tanggal-tanggal bersejarah tertentu.
Tradisi ini memperkuat ikatan antara sejarah, budaya, dan semangat emansipasi yang terus hidup di masyarakat Blitar, menjadikan peringatan Hari Kartini bukan sekadar seremoni, tetapi perayaan hidup yang penuh makna dan warna.
Kegiatan ini menjadi momen unik yang menggabungkan edukasi, tradisi, dan penghormatan kepada pahlawan emansipasi wanita Indonesia, sekaligus memperkuat identitas budaya masyarakat Blitar.