Pernahkah Anda membayangkan sebuah candi kuno yang menyimpan begitu banyak misteri?
Tersembunyi di balik lapisan tanah dan reruntuhan waktu, candi ini seolah-olah berbisik kisah masa lalu yang penuh teka-teki.
Candi Gedog di Blitar adalah salah satu situs arkeologi yang paling menarik di Jawa Timur.
Dengan sejarahnya yang panjang dan arsitektur yang unik, candi ini terus menjadi pusat perhatian para ahli dan wisatawan.
Saat mendengar tentang Candi Gedog di Blitar, rasa penasaran saya langsung muncul.
Di bawah pohon beringin besar yang tumbuh di sana, dipercaya terdapat puncak candi yang tersembunyi.
Gambaran ini pernah disebutkan dalam buku History of Java karya Raffles. Namun, di balik keheningan pohon beringin ini, ada kisah tragis yang hidup dalam tutur warga, yaitu legenda Joko Pangon.
Karyati, seorang nenek berusia 90 tahun yang tinggal di dekat Candi Gedog, masih mampu menceritakan dengan jelas tentang sejarah dan legenda di tempat itu.
Suaminya yang telah almarhum, Sukiman, pernah menjadi juru kunci situs Joko Pangon, sehingga rumah mereka yang hanya berjarak 100 meter dari lokasi candi memudahkan Sukiman dalam menjaga dan merawat tempat tersebut.
Karyati mendengar kisah Joko Pangon dari suaminya, yang meneruskan cerita ini dari mertuanya saat mereka menikah pada tahun 1959.
Joko Pangon, atau Mbah Pangon seperti yang sering disebut warga, dikisahkan berasal dari wilayah barat, mungkin dari Solo.
Ada yang mengatakan dia keturunan bangsawan Mataram Islam atau setidaknya seorang prajurit.
Konon, desa ini dinamakan Gedog karena dahulu di sekitar candi berdiri gedokan atau kandang kuda dan kerbau milik seorang juragan bernama Swansang.
Tugas Joko Pangon adalah merawat kuda dan kerbau milik Swansang.
Sebagai imbalannya, Joko Pangon mendapat anak kerbau jantan, sementara anak betina menjadi milik sang juragan.
Namun, keberuntungan seolah berpihak pada Joko Pangon, karena kerbau-kerbau itu lebih sering melahirkan anak jantan.
Hal ini membuat Swansang murka dan ia pun mengubah kesepakatan. Kali ini, Joko Pangon hanya boleh memiliki anak kerbau betina.
Tapi nasib berkata lain, setelah kesepakatan baru dibuat, kerbau-kerbau tersebut lebih sering melahirkan anak betina, membuat Swansang semakin marah.
Akhirnya, Swansang memerintahkan orang-orangnya untuk membunuh Joko Pangon. Tubuhnya diikat dan dilemparkan ke sumur tua yang terletak di kompleks Candi Gedog.
Jasadnya baru ditemukan berkat bantuan anjing milik seorang janda dari Randu Putih.
Kisah ini, meskipun penuh tragedi, telah menjadi bagian dari sejarah yang hidup dalam ingatan kami.
Bagi warga di sini, pohon beringin besar itu bukan hanya sekadar pohon, tetapi dipercaya sebagai penanda lokasi sumur tempat jasad Mbah Joko Pangon bersemayam.
Berdasarkan temuan-temuan yang ada, Candi Gedog diyakini berasal dari era Majapahit.
Namun, ada kemungkinan bahwa candi ini sudah ada sejak periode sebelumnya dan kemudian mengalami pemugaran pada masa Majapahit.
Relief yang terdapat di Candi Gedog diakui memiliki kehalusan, menunjukkan bahwa candi ini mungkin dibangun pada awal Majapahit dengan pengaruh seni dari masa Singhasari (1222-1292).
Dari segi struktur, hingga saat ini, belum ditemukan candi lain yang terbuat dari batu bata dan memiliki kesamaan dengan Candi Gedog dalam ekskavasi pihak terkait.
Selain Candi Gedog, terdapat destinasi wisata lain yang juga memiliki sisi misteri yakni De Karanganjar Koffieplantage.
Di sini, pengunjung dapat menemukan makam seorang tokoh Belanda yang sejarah hidupnya masih menjadi teka-teki yang belum terpecahkan.
Tak hanya itu, ada juga petilasan yang dipercaya sebagai jejak seorang tokoh penting dari masa kerajaan Islam.
De Karanganjar menjadi lebih dari sekadar tujuan wisata, melainkan tempat di mana sejarah, legenda, dan misteri berpadu, mengajak setiap pengunjung untuk menyelami cerita-cerita tersembunyi di balik rindangnya pepohonan dan bangunan-bangunan tua.