Apakah Anda pernah mendengar tentang makam gantung?
Masyarakat Blitar mungkin sudah familiar dengan hal ini, tetapi bagi yang belum tahu, pasti merasa penasaran.
Makam yang di maksud adalah Pasanggrahan Patih Djojodigdo yang merupakan objek wisata religi yang berada di Jalan Melati, Kelurahan Kepanjenkidul.
Masyarakat Blitar dan sekitarnya sering menyebut tempat ini sebagai “Makam Gantung” karena bentuk makam Patih Djojodigdo yang seolah-olah digantung, meskipun yang digantung sebenarnya hanya cungkup makamnya.
Pesanggrahan Patih Djojodigdo dianggap sebagai tempat keramat oleh masyarakat setempat. Di dalam pekarangannya yang luas, terdapat rumah, kuburan, sumur, dan pepohonan, yang semuanya dianggap memiliki nilai mistis.
Tempat ini sering dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah seperti Bali, Kalimantan, Yogyakarta, dan Madiun untuk berdoa dan mencari berkah.
Selain itu, Pasanggrahan Patih Djojodigdo juga menjadi lokasi kirab tumpeng saat peringatan hari jadi Kelurahan Kepanjenkidul.
Awal mula legenda tentang Patih Djojodigdo menurut masyarakat di Kelurahan Kepanjenkidul ada sejak zaman Belanda.
Bawadiman atau Patih Djojodigdo merupakan keturunan RMT. Kartodiwirjo, yang tidak lain adalah Bupati Kulonprogo.
Patih Djojodigdo adalah seorang tokoh yang hidup pada masa penjajahan Belanda. Ia dikenal sebagai tangan kanan Pangeran Diponegoro dan dipercaya membantu melawan penjajah Belanda.
Bawadiman diberi ajian pancasona yang diberikan oleh Eyang Djugo, yang gunanya adalah dia tidak bisa meninggal dunia jika menginjak tanah.
Karena kepintaran dan kesaktiannya, di Blitar bagian selatan dia bisa mengalahkan para penjajah dan membuat bangsa Belanda kocar-kacir.
Bawadiman diangkat menjadi patih Blitar dengan nama RM. Bawadiman Djojodigdo.
Bawadiman juga merupakan orang yang membuka hutan jati untuk mendirikan sebuah desa di Kota Blitar yaitu Kepanjenkidul.
Patih Djojodigdo juga mendirikan rumah untuk keluarganya yang dinamakan Pasanggrahan Patih Djojodigdo.
Zaman dulu, pesanggrahan ini dijadikan sebagai tempat bagi para muda untuk menimba ilmu tentang kepemimpinan.
Fungsi dari keberadaan Pasanggrahan Patih Djojodigdo ini berdasarkan pandangan Malinowski, William R. Bascom, dan Alan Dundes adalah sebagai berikut:
- Untuk memenuhi kebutuhan naluri manusia sebagai sistem proyeksi (projective system).
- Sebagai alat untuk mengesahkan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
- Sebagai alat pendidikan bagi anak-anak atau generasi muda.
- Sebagai alat untuk mengawasi agar norma-norma selalu diikuti oleh masyarakat.
- Sebagai alat untuk memberikan sanksi sosial atau hukuman.
Selain itu, Pasanggrahan Patih Djojodigdo ini juga memberikan manfaat bagi masyarakat pendukungnya, dimana manfaat tersebut juga disebut sebagai nilai budaya.
Nilai kebudayaan yang terkandung dalam keberadaan legenda Pasanggrahan Patih Djojodigdo ini mengacu pada teori dari Djarmaris, yang membagi nilai budaya menjadi lima bagian yang berhubungan dengan manusia, di antaranya:
- Nilai kepercayaan terhadap sesuatu.
- Cinta terhadap lingkungan.
- Manusia harus selalu menghormati orang yang lebih tua.
- Manusia harus memiliki sikap welas asih.
- Manusia harus memiliki sikap tolong menolong.
- Manusia harus memiliki sikap cerdik.
- Manusia harus memiliki sikap menerima (nriman).
Selain itu, Pasanggrahan Patih Djojodigdo yang berada di Kota Blitar ini juga mengandung berbagai makna.
Salah satunya adalah makna simbol yang terdapat pada peralatan dan sesaji yang wajib ada saat upacara Haul Patih Djojodigdo setiap tanggal 1 Ruwah.
Makna simbol tersebut juga mengikat masyarakat pendukungnya agar memegang teguh dan melestarikan tradisi yang ada.
Selain misteri makam gantung, Museum Noegroho yang terletak di De Karanganjar Koffieplantage juga menyimpan misteri yang tak terpecahkan.
Benda-benda sakral yang terpajang di dalamnya memancarkan aura mistis, mengundang rasa penasaran dan spekulasi.
Meskipun menyimpan misteri, Museum Noegroho tetaplah tempat yang menarik untuk dikunjungi.
Di sini, kita dapat belajar tentang sejarah dan budaya Jawa Timur, khususnya Kota Blitar.