Salah satu daya tarik utama Kota Blitar adalah keberadaan masjid-masjid tua yang menjulang megah, menjadi jendela ke masa lalu yang kaya akan keislaman.
Dibangun oleh tokoh-tokoh penyebar agama Islam pada masa kolonial, masjid-masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga bukti betapa kokohnya jejak sejarah Islam di kota ini.
Setiap sudut masjid memancarkan pesona arsitektur klasik yang memukau, memperkaya pengalaman wisatawan dengan nuansa sejarah yang kental.
Di balik dinding-dindingnya yang bersejarah, tersimpan kisah-kisah perjuangan dan keagungan Islam yang telah membentuk karakter Kota Blitar seperti yang kita kenal sekarang.
- Masjid Baitul Yaqin
Masjid Baitul Yaqin yang terletak di Desa Krenceng, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, didirikan oleh Kiai Hasan Mustaqim.
Beliau adalah seorang anggota Laskar Diponegoro asal Begelenan, Jawa Tengah, yang setelah perang Jawa (1825-1830), melarikan diri dari kejaran Belanda hingga tiba di Blitar.
Dalam sejarahnya, masjid ini juga menjadi tempat persembunyian dari Sudanco Supriyadi, sesuai dengan cerita yang beredar di masyarakat.
Sudanco Supriyadi merupakan tokoh yang terlibat dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda di masa lalu.
Masjid Baitul Yaqin tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga memiliki nilai sejarah yang penting dalam perjuangan melawan penjajahan serta sebagai tempat bersejarah dalam kehidupan masyarakat setempat.
Keberadaannya menjadi bagian penting dari warisan budaya dan sejarah yang patut dijaga dan dilestarikan.
- Masjid Agung Kota Blitar
Masjid Agung Blitar didirikan pada tahun 1820 dan telah mengalami beberapa tahap pembangunan sejak itu.
Pada awalnya, masjid ini berlokasi di sebelah utara jembatan Kali Lahar di Kelurahan Pekunden dengan bangunan yang sederhana, terbuat dari dinding kayu jati dan atap sirap.
Namun, karena sering terkena banjir lahar dingin dari Gunung Kelud, pada tahun 1848, masjid ini dipindahkan ke lokasi saat ini atas izin Bupati R.M. Adipati Aryo Ronggo Hadinegoro.
Pada tahun 1890, Ky. Imam Boerhan memulai renovasi masjid dengan menggunakan bahan bata. Dengan luas area yang memadai, masjid ini dapat menampung hingga 10 ribu jamaah.
- Masjid Darul Kurmain
Masjid Darul Kurmain adalah peninggalan bersejarah yang diperkirakan berdiri tegak selama sekitar dua abad.
Legenda yang beredar di kalangan masyarakat setempat mengaitkan bangunan ini dengan perjuangan prajurit Pangeran Diponegoro, yang konon membangunnya sebagai tempat perlindungan setelah melarikan diri ke Blitar pasca-Perang Jawa pada periode 1825-1830.
Cerita ini tidak hanya menambah nuansa mistis di sekitar masjid, tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan warisan budaya di wilayah ini.
- Masjid Ussisa Littaqwa
Masjid Ussisa Littaqwa adalah salah satu masjid tertua di Blitar. Dibangun pada abad ke-19, masjid ini menjadi saksi bisu perkembangan Islam di kota ini.
Masjid Jami Ussisa Littaqwa, dikenal sebagai Masjid Plosokerep karena lokasinya di Desa Plosokerep, Kecamatan Sananwetan, menonjol dengan warna hijau cerahnya.
Arsitektur masjid ini unik, dengan pengaruh Jawa yang kuat. Di sini, pengunjung dapat merasakan kedamaian dan ketenangan, sambil menikmati keindahan arsitektur masjid.
Terletak di persimpangan ujung barat Jalan Bali, masjid tersebut menambah kesan mencolok dengan posisi tusuk sate-nya.
Persimpangan itu, yang sebelumnya membingungkan, kini memiliki bundaran yang dibangun oleh LSM asing pada tahun 2010.
Selain mengagumi keindahan bangunan masjid bersejarah, jangan ragu untuk menjelajahi De Karanganjar Koffieplantage.
Di tempat ini, Anda akan disuguhi warisan masa lalu yang tak kalah menarik, mulai dari koleksi benda pusaka leluhur hingga bangunan-bangunan kolonial yang masih menjaga keaslian nuansa heritage-nya.