Pernahkah Anda mendengar tentang Batik khas Blitar?
Jika belum, Anda mungkin akan terkejut dengan sejarahnya yang menarik.
Berawal dari koleksi museum di Leiden, Belanda, batik ini baru disadari keberadaannya oleh masyarakat Blitar pada tahun 2007, berkat Wima Brahmantya dari Dewan Kesenian Kabupaten Blitar (DKKB).
Dahulu dikenal dengan nama “Batik Afkomstig Uit Blitar, 1902,” batik ini kemudian resmi diubah menjadi Batik Tutur pada 2012.
Nama “Tutur” sendiri diambil dari kata Jawa kuno “pitutur,” yang berarti nasihat, sebuah warisan kearifan lokal yang kini hidup kembali dalam karya kain penuh makna ini.
Batik Afkomstig Uit Blitar pada dasarnya adalah warisan budaya Blitar yang terlupakan selama lebih dari satu abad.
Motifnya, yang dikenal sebagai motif batik tutur, merupakan salah satu contoh desain batik kuno yang khas dari Blitar.
Pada tahun 2012, DKKB dan komunitas seniman Blitar mengambil langkah penting untuk menghidupkan kembali batik ini, mengganti namanya menjadi Batik Tutur dan mempublikasikannya secara resmi.
Pergantian nama ini memiliki makna mendalam. “Tutur” berasal dari kata “pitutur,” sebuah kata dari bahasa Jawa kuno yang berarti nasihat.
Pemilihan nama ini tak hanya dimaksudkan agar lebih mudah diingat dan diucapkan oleh masyarakat, tetapi juga untuk menegaskan bahwa Batik Tutur membawa pesan moral, nasihat bijak yang diwariskan secara turun-temurun dalam kebudayaan Jawa.
Meski begitu, asal-usul batik di Blitar hingga kini masih menjadi perdebatan di kalangan ahli budaya.
Sebagian berpendapat bahwa batik Blitar berkembang karena pengaruh Keraton Yogyakarta atau Surakarta.
Hubungan dagang dan teritorial pada masa lalu mungkin memungkinkan budaya batik dari keraton-keraton tersebut menyebar ke wilayah-wilayah sekitarnya, termasuk Blitar.
Pendapat lain menyatakan bahwa invasi Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1633 ke wilayah timur Pulau Jawa, termasuk Blitar dan Blambangan, mungkin turut membawa pengaruh Batik Kraton Mataram Islam ke daerah ini.
Dengan kata lain, Batik Blitar bisa jadi merupakan hasil dari interaksi budaya yang kompleks dan berlangsung selama berabad-abad.
Selain Batik Tutur, Blitar juga memiliki pusat produksi batik lainnya yang tak kalah unik, yakni Kampung Batik Kembang Turi.
Kampung ini dikenal dengan motif khasnya, Kembang Turi dan Ikan Koi. Kembang Turi adalah tanaman yang bisa tumbuh di berbagai kondisi, yang secara filosofis melambangkan ketahanan hidup.
Sementara itu, Ikan Koi dalam budaya Asia sering kali dianggap sebagai simbol kebaikan, kesuksesan, dan ketekunan.
Kombinasi kedua motif ini mencerminkan karakter masyarakat Blitar yang ulet, penuh kebaikan, dan mampu beradaptasi dengan segala tantangan.
Teknik pembuatan batik di Kampung Batik Kembang Turi juga memiliki ciri khas tersendiri. Proses pewarnaan dan penciptaan motif yang mereka gunakan saat ini banyak dipengaruhi oleh hasil pelatihan dari pemerintah serta pelatihan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Batik Blitar Asli (ABABIL).
Warna yang mendominasi batik dari kampung ini adalah merah, hijau, dan hitam.
Menariknya, warna merah yang sering muncul dalam batik Kembang Turi diindikasikan sebagai hasil dari keterlibatan politik lokal, yang menunjukkan bahwa batik bukan hanya produk seni, tetapi juga cerminan situasi sosial dan politik di sekitarnya.
Teknik pewarnaan yang digunakan kebanyakan adalah pewarna remasol dengan metode colet, yang memungkinkan penciptaan warna-warna cerah dan tegas.
Selain motif Kembang Turi dan Ikan Koi, batik dari Kampung Batik Kembang Turi juga menampilkan kombinasi motif khas Blitar lainnya seperti Gendang, Makam Bung Karno, dan Teratai. Masing-masing motif ini memiliki makna simbolik yang kuat dan mewakili identitas kota Blitar.
Misalnya, Makam Bung Karno tentu merupakan penghormatan terhadap tokoh proklamator bangsa, sementara Teratai adalah simbol kesucian dan kebijaksanaan.
Menariknya, meskipun desain motif batik di sini cenderung sederhana, proses pembuatannya sangat memperhatikan detail, dengan pola pengulangan yang disebut sebagai single repeat.
Hal ini memastikan bahwa motif yang dihasilkan memiliki harmoni dan keseimbangan yang estetis, meski tanpa penambahan elemen dekoratif atau isen-isen yang rumit.
Dalam proses penciptaan batik, para perajin di Kampung Batik Kembang Turi sering kali mengambil inspirasi dari lingkungan sekitar mereka, permintaan konsumen, serta elemen-elemen budaya lokal.
Salah satu karakteristik penting dari motif batik di kampung ini adalah penggunaan garis melengkung sebagai elemen pendukung, yang berfungsi sebagai pelengkap motif utama.
Elemen garis ini menjadi krusial dalam menghasilkan komposisi motif yang halus dan harmonis.
Lebih dari sekadar kain, batik di Blitar – baik Batik Tutur maupun Batik Kembang Turi – adalah sebuah karya seni yang sarat akan makna filosofis dan nilai sejarah.
Setiap goresan canting, setiap motif yang diciptakan, melibatkan perasaan, pikiran, dan semangat para perajinnya.
Dalam setiap helai batik, kita bisa merasakan warisan budaya yang hidup, nasihat bijak yang disampaikan dari generasi ke generasi, serta kekayaan sejarah yang terpintal dalam benang-benang tradisi.
Batik Blitar tidak hanya menjadi lambang identitas daerah, tetapi juga wujud nyata dari kekayaan budaya Indonesia yang tak ternilai.
Bagi Anda yang ingin melihat keindahan Batik Tutur dan koleksi batik khas Blitar lainnya secara langsung, Museum Noegroho di De Karanganjar Koffieplantage adalah tempat yang tepat untuk dikunjungi.
Di museum ini, tidak hanya akan disuguhkan dengan karya-karya batik penuh makna, tetapi juga kesempatan untuk mendalami sejarah dan filosofi yang terkandung dalam setiap helai kain.
Museum ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang batik Blitar, dari warisan masa lalu hingga ke revitalisasi modern, menjadikannya destinasi sempurna bagi pecinta budaya dan seni tradisional.