Di tengah-tengah bulan Ramadan yang penuh berkah, tradisi buka bersama (bukber) kembali menjadi sorotan.
Bukber, yang awalnya merupakan kegiatan positif untuk mempereratkan silaturahmi, kini seringkali diperdebatkan karena dianggap bergeser menjadi ajang pamer kesuksesan dan pencapaian.
Apakah benar bukber telah berubah menjadi ajang untuk mencari popularitas? Atau masihkah esensinya tetap sebagai sarana untuk mempererat ikatan sosial dan spiritual?
Dalam beberapa tahun terakhir, bukber memang sering diwarnai dengan kontroversi tentang pamer status sosial.
Media sosial dipenuhi dengan postingan yang menunjukkan kesuksesan dan kekayaan, membuat beberapa orang merasa bahwa bukber lebih tentang menunjukkan apa yang telah dicapai daripada memperkuat hubungan antar sesama.
Banyak video yang diunggah di platform seperti TikTok dan Instagram menciptakan tuntutan atau tren baru untuk bukber, seperti tren dresscode yang viral atau penggunaan efek velocity untuk membuat video bukber terlihat lebih dramatis dan estetis.
Tren velocity di TikTok, misalnya, menjadi populer karena efeknya yang estetis dan mudah diterapkan.
Banyak pengguna yang merekam momen kebersamaan dengan efek velocity untuk memberikan kesan dramatis dan berkesan.
Selain itu, tren dresscode yang viral di TikTok juga menunjukkan bagaimana bukber kini menjadi ajang untuk menunjukkan gaya dan penampilan.
Tradisi Bukber, yang awalnya merupakan tradisi sederhana untuk mempereratkan silaturahmi dan memperkuat ikatan sosial, kini telah berkembang menjadi fenomena yang lebih luas dan kompleks.
Bukber, singkatan dari “buka bersama,” adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia selama bulan Ramadan.
Tradisi ini melibatkan aktivitas berbuka puasa bersama dengan keluarga, teman, atau rekan kerja di tempat-tempat seperti rumah, restoran, atau masjid.
Bukber bukan hanya tentang makan bersama, tetapi juga tentang memperkuat ikatan sosial dan mempererat hubungan antar sesama.
Tradisi bukber memiliki akar yang kuat dalam budaya komunal masyarakat Indonesia.
Sebelum menjadi fenomena modern seperti sekarang, bukber lebih bersifat sederhana dan intim, dan biasanya dilakukan di rumah-rumah atau masjid.
Namun, dengan perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup, bukber kini telah berkembang menjadi acara yang lebih besar dan lebih formal, seringkali diadakan di warung makan, restoran, caffe, atau hotel.
Bukber sebagai Fenomena Sosial
Perspektif Sosiologis
Dalam perspektif sosiologis, bukber dapat dipahami sebagai bagian dari teori hyper consumption, di mana masyarakat cenderung mengonsumsi barang lebih dari kebutuhan untuk mengekspresikan identitas dan status sosialnya.
Bukber seringkali dijadikan ajang untuk menunjukkan status sosial, baik melalui pilihan tempat makan yang mewah maupun melalui pameran barang-barang mewah.
Menurut Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang, Awan Setia Dharmawan, bukber juga menjadi platform untuk menegaskan identitas diri di hadapan orang lain, sejalan dengan konsep personal branding.
Ini menunjukkan bahwa bukber tidak hanya tentang makan bersama, tetapi juga tentang bagaimana seseorang ingin dilihat oleh orang lain.
Dampak Ekonomi
Bukber memiliki dampak ekonomi yang signifikan, terutama pada industri kuliner dan pariwisata.
Setelah pandemi Covid-19 mereda, tren bukber kembali meningkat, dan ini berdampak positif pada bisnis restoran dan hotel.
Banyak tempat makan yang mulai mempromosikan acara buka bersama sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan selama bulan Ramadhan.
Tradisi dan Ironi
Bukber juga memiliki sisi ironis.
Di satu sisi, bukber adalah tradisi yang memperkuat ikatan sosial dan mempereratkan hubungan antar sesama.
Namun, di sisi lain, bukber seringkali dijadikan ajang pamer status sosial, yang bisa menimbulkan kesan bahwa yang lebih penting adalah penampilan daripada substansi hubungan sosial itu sendiri.
Tren bukber di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa masyarakat masih sangat tertarik untuk menghadiri acara buka puasa bersama.
Survei yang dilakukan oleh Jakpat menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia tertarik untuk ikut bukber, dengan persentase 52% yang menyebut tertarik dan 31% sangat tertarik.
Selain itu, survei GoodStats pada tahun 2025 menunjukkan bahwa sebanyak 65% responden berencana untuk mengikuti bukber, dengan mayoritas memilih untuk berbuka bersama keluarga atau saudara.
Ini menunjukkan bahwa bukber masih menjadi tradisi yang sangat dihargai dan dinantikan oleh masyarakat Indonesia.
Pilihan Tempat dan Menu
Pilihan tempat bukber juga menarik untuk dibahas.
Meskipun restoran dan hotel menjadi pilihan populer, survei menunjukkan bahwa banyak orang lebih suka berbuka di rumah karena nuansa hangat dan menu yang lebih terjangkau.
Menu berbuka juga menjadi hal yang penting, dengan gorengan dan nasi lengkap menjadi pilihan favorit.
Kalau mau mencari tempat buka puasa yang beda dari biasanya, atau mungkin kamu ingin merasakan suasana yang lebih nostalgia dan hangat bersama keluarga atau teman.
Nah, De Karanganjar Koffieplantage di Blitar bisa jadi pilihan yang tepat!
Tempat ini punya nuansa kolonial yang keren dan suasana yang super hangat, bikin kamu merasa seperti di rumah sendiri.
Sambil menikmati menu-menu lezat yang bikin lidah bergoyang, kamu bisa merasakan nostalgia ala era kolonial yang masih terasa banget di setiap sudut perkebunan.
Kami punya dua pilihan paket yang menarik untuk bukber, yaitu Paket A dan Paket B, dengan harga mulai dari Rp 40.000 saja!
Menu kami sangat beragam, mulai dari masakan khas Indonesia hingga Chinese Food, jadi kamu bisa memilih sesuai selera.
Dengan arsitektur khas Belanda yang unik dan suasana tempo doeloe, De Karanganjar Koffieplantage jadi destinasi yang pas untuk mempereratkan hubungan dengan keluarga dan teman.
Kamu juga bisa berfoto dengan kostum ala kolonial dan menikmati kopi lokal yang diolah dengan sentuhan tradisional.
Yuk, jadikan bukber Ramadhan kali ini jadi momen yang tak terlupakan bersama De Karanganjar Koffieplantage!