Tugu Rante, yang terletak di Desa Bendo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, bukan sekadar sebuah monumen biasa.
Tugu ini menyimpan kisah pilu yang berkaitan dengan letusan Gunung Kelud pada tahun 1919, yang menjadi salah satu bencana alam paling dahsyat dalam sejarah Indonesia.
Dengan tinggi sekitar dua meter dan dikelilingi oleh rantai besi besar, Tugu Rante berdiri di simpang tiga jalan utama Blitar-Kediri dan Blitar-Tulungagung, menjadikannya sebagai penanda batas antara wilayah kota dan kabupaten.
Asal Usul Nama Tugu Rante
Nama “Rante” berasal dari rantai besi yang mengelilingi tugu ini. Rantai tersebut melambangkan kekuatan dan ikatan kenangan akan peristiwa tragis yang terjadi di daerah tersebut.
Tugu ini dibangun untuk mengenang para korban letusan Gunung Kelud, yang menewaskan lebih dari 5.000 orang pada malam antara 19 hingga 20 Mei 1919.
Letusan ini dikenal sebagai salah satu letusan terbesar abad ke-20, dengan dampak yang dirasakan hingga Kalimantan dan Bali.
Sejarah Letusan Gunung Kelud
Letusan Gunung Kelud pada tahun 1919 adalah peristiwa yang mengubah wajah daerah Blitar secara drastis.
Dalam laporan sejarah, letusan tersebut disertai dengan hujan batu dan abu vulkanik yang sangat lebat, merusak banyak bangunan dan menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat setempat.
Kota Blitar mengalami kehancuran parah akibat bencana ini. Menurut beberapa sumber, dentuman letusan terdengar hingga jauh dari lokasi, menunjukkan kekuatan alam yang tak terbendung.
Tugu Rante sebagai Makam Massal
Menariknya, lokasi Tugu Rante dulunya merupakan area jurang yang digunakan sebagai kuburan massal.
Setelah letusan, banyak korban dikebumikan di sekitar tugu ini.
Sekretaris Desa Bendo, Juwandono, menjelaskan bahwa awalnya tugu ini didirikan untuk menghormati orang-orang Belanda yang tinggal di daerah Ngloji dan kemudian diperluas untuk mencakup juga masyarakat pribumi yang meninggal akibat bencana tersebut.
Di dinding tugu terdapat ukiran nama-nama korban dalam bahasa Belanda, menunjukkan bahwa banyak dari mereka adalah anggota batalyon prajurit masa Hindia Belanda.
Ini menandakan bahwa tugu ini bukan hanya sekadar monumen peringatan tetapi juga simbol persatuan antara berbagai kelompok masyarakat yang terpengaruh oleh tragedi tersebut.
Proses Pembangunan Tugu Rante
Meskipun tidak ada catatan pasti tentang siapa yang membangun Tugu Rante, Juwandono menyebutkan bahwa tugu ini telah mengalami beberapa kali pemugaran dan perbaikan.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur diduga terlibat dalam pemeliharaan tugu ini karena lokasinya berada di jalur provinsi.
Tugu ini juga memiliki makna lebih dalam sebagai pengingat akan pentingnya kewaspadaan terhadap bencana alam.
Masyarakat setempat sering mengunjungi tugu ini untuk berziarah dan mengenang para korban tragedi tersebut.
Dampak Sosial dan Budaya Tugu Rante
Tugu Rante tidak hanya berfungsi sebagai monumen sejarah tetapi juga sebagai tempat berkumpulnya masyarakat untuk mengenang tragedi tersebut.
Banyak orang datang untuk menabur bunga atau melakukan ritual ziarah pada hari-hari tertentu, terutama pada hari Jumat.
Aktivitas ini menunjukkan bahwa meskipun waktu berlalu, ingatan akan tragedi tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat.
Tugu ini juga menjadi simbol penting bagi generasi muda untuk memahami sejarah daerah mereka dan menghargai perjuangan pendahulu mereka dalam menghadapi bencana alam.
Dalam konteks budaya lokal, Tugu Rante mengingatkan kita akan kekuatan alam serta pentingnya persatuan dalam menghadapi kesulitan.
Selain Tugu Rante yang menjadi saksi sejarah tragedi letusan Gunung Kelud, terdapat juga Museum Noegroho yang menyimpan peninggalan kolonial dan pusaka leluhur yang sangat berharga.
Di museum ini, pengunjung dapat menemukan koleksi keris yang memiliki nilai historis tinggi, serta pusaka dari Jenderal Sudirman yang dipajang dengan rapi.
Museum Noegroho tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan artefak, tetapi juga sebagai wahana edukasi yang mengajak masyarakat untuk lebih mengenal sejarah dan budaya daerah, menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata yang menarik di Kabupaten Blitar.