Kalau kamu pikir hantu cuma suka nongkrong di rumah kosong atau kuburan, coba deh bayangin hantu-hantu itu malah asyik ngopi di teras pabrik gula peninggalan Belanda yang udah berumur ratusan tahun!
Gak cuma serem-sereman biasa, film Pabrik Gula yang lagi viral ini ngajak kita jalan-jalan ke masa lalu, menyelami kisah kelam dan misteri yang tersimpan di balik tembok-tembok pabrik kolonial di pedesaan Jawayang.
Tapi, kenapa ya, film yang berlatar bangunan Belanda tua selalu sukses bikin bulu kuduk merinding?
Apa karena arsitekturnya yang megah tapi dingin, atau karena sejarah kelam yang menempel kuat di sana?
Yuk, kita kupas tuntas kenapa bangunan-bangunan kolonial Belanda jadi lokasi favorit film horor Indonesia dan kenapa kisah-kisah di baliknya selalu bikin penonton penasaran sekaligus ngeri!
Film horor yang berlatar bangunan peninggalan Belanda selalu menarik perhatian karena perpaduan kuat antara sejarah kelam, arsitektur megah yang unik, dan budaya mistis masyarakat Indonesia.
Salah satunya, film Pabrik Gula yang berlatar belakang pabrik kolonial peninggalan Belanda di pedesaan Jawayang kini tengah menjadi fenomena yang ramai diminati oleh netizen Indonesia.
Film ini bukan hanya menarik karena kisah horornya yang menegangkan, tetapi juga karena latar tempat yang sarat sejarah, yakni Pabrik Gula Gondang Winangoen di Klaten, Jawa Tengah.
Pabrik gula ini berdiri sejak tahun 1860, saat Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda, dan menjadi salah satu industri gula terbesar di Jawa.
Kini, pabrik yang sudah berhenti beroperasi sejak 2017 tersebut bertransformasi menjadi objek wisata agrowisata yang tetap mempertahankan karakter bangunan kolonialnya.
Sejarah Pabrik Gula Gondang Winangoen dan Perannya dalam Film
Pabrik Gula Gondang Winangoen didirikan oleh perusahaan Belanda bernama Klatensche Cultuur Maatschappij, yang merupakan anak perusahaan swasta dari Den Haag.
Perusahaan ini mengelola berbagai perkebunan dan pabrik gula di Jawa, menjadikan wilayah Klaten sebagai pusat produksi gula terbesar di Pulau Jawa pada masa itu.
Pabrik ini memiliki fasilitas lengkap mulai dari bangunan produksi, kantor, perumahan pegawai, hingga balai kesehatan.
Operasional pabrik berlangsung selama musim panen tebu, dari Mei hingga September, dengan produksi yang berjalan 24 jam nonstop.
Film Pabrik Gula yang dirilis pada Maret 2025 mengangkat kisah horor yang berpusat pada sosok misterius yang meneror para buruh pabrik hingga menyebabkan kematian salah satu dari mereka.
Film ini sukses besar di bioskop dan telah menembus lebih dari 3 juta penonton, menjadi salah satu film horor terpopuler tahun ini di Indonesia.
Mengapa Film Berlatar Bangunan Belanda Sering Dikaitkan dengan Horor?
Fenomena film horor berlatar bangunan atau kisah peninggalan Belanda bukanlah hal baru dalam perfilman Indonesia.
Ada beberapa alasan kuat mengapa latar belakang kolonial Belanda kerap diasosiasikan dengan cerita horor:
1. Faktor Historis
Masa penjajahan Belanda di Indonesia dikenal penuh dengan kekerasan, penindasan, dan penderitaan rakyat.
Banyak kejadian tragis dan kematian yang terjadi di bangunan-bangunan peninggalan kolonial tersebut.
Energi negatif dari peristiwa-peristiwa kelam ini dipercaya masih “meninggalkan jejak” yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang peka terhadap hal-hal mistis.
Oleh karena itu, bangunan-bangunan kolonial sering dianggap angker dan menjadi sumber inspirasi cerita horor.
2. Arsitektur yang Menciptakan Suasana Mistis
Bangunan peninggalan Belanda memiliki ciri khas arsitektur yang berbeda dengan bangunan tradisional Indonesia, dengan desain megah, ruang yang besar, dan suasana yang sepi serta sunyi.
Keunikan arsitektur ini sering kali memberikan kesan misterius dan menakutkan, yang sangat cocok untuk latar film horor.
Bangunan besar dan megah tersebut bisa membuat pengunjung merasa kecil dan tak berdaya, menambah ketegangan suasana horor.
3. Unsur Sosial Budaya dan Cerita Rakyat
Dalam budaya Indonesia, cerita tentang makhluk gaib dan hantu sudah menjadi bagian dari tradisi lisan yang kuat.
Bangunan tua, terutama yang terkait dengan sejarah kelam, sering dikaitkan dengan cerita-cerita mistis yang diwariskan turun-temurun.
Hal ini membuat bangunan peninggalan Belanda menjadi “magnet” bagi cerita horor yang menggabungkan unsur sejarah dan mitos lokal.
4. Simbol Perlawanan
Menurut kajian oksidentalisme dalam film horor Indonesia, sosok hantu Belanda sering muncul sebagai simbol trauma masa lalu dan perlawanan terhadap dominasi budaya Barat.
Film-film seperti Lawang Sewu dan Arwah Noni Belanda menampilkan hantu Belanda sebagai manifestasi dendam dan kemarahan masa lalu kolonial yang belum selesai.
Hal ini memberi dimensi emosional dan historis yang kuat dalam narasi horor, sekaligus mengajak penonton untuk merenungkan pengaruh kolonialisme dalam identitas budaya Indonesia.
Film Pabrik Gula menyimpan pelajaran berharga yang penting untuk direnungkan, terutama terkait dunia kerja dan hubungan industrial.
Meski dikemas dalam genre horor dengan teror makhluk halus, film ini lebih dari sekadar hiburan menegangkan tetapi juga menyuguhkan kritik sosial mendalam terhadap kondisi buruh dan sistem kerja yang tidak adil.
Pelajaran utama dari film ini adalah:
1. Kritik terhadap Eksploitasi dan Ketimpangan di Dunia Kerja
Pabrik yang seharusnya menjadi simbol kemajuan justru digambarkan sebagai tempat yang penuh penderitaan dan pengorbanan para buruh demi keuntungan segelintir orang.
Para pekerja di film ini tidak memiliki perlindungan, suara, atau serikat buruh yang membela hak mereka, sehingga mereka menjadi korban sistem yang menindas secara diam-diam.
2. Pentingnya Peran Serikat Pekerja
Film menyoroti absennya serikat pekerja sebagai faktor yang memperparah ketidakadilan.
Serikat pekerja yang kuat dan independen sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara pengusaha dan buruh, serta menciptakan iklim kerja yang sehat, adil, dan produktif.
3. Menghargai Nilai Kemanusiaan dalam Dunia Industri
Buruh bukan sekadar alat produksi atau angka statistik, melainkan manusia yang harus dihormati dan dilindungi hak-haknya.
Film ini mengingatkan bahwa kemajuan ekonomi tidak boleh dibangun di atas penderitaan tenaga kerja.
4. Pentingnya Menjaga Harmoni dengan Alam dan Budaya Lokal
Selain kritik sosial, film juga mengangkat budaya leluhur dan pentingnya menjaga keseimbangan dengan makhluk halus di lingkungan sekitar pabrik.
Ini mengajarkan kita untuk menghormati tradisi dan lingkungan agar tidak menimbulkan konflik yang berujung pada kerugian bersama.
Secara keseluruhan, Pabrik Gula mengajak penonton untuk melihat horor tidak hanya dari sisi gaib, tetapi juga dari sisi sosial yang nyata-bahwa sistem kerja yang tidak adil dan eksploitasi buruh adalah “horor” yang sesungguhnya dan harus dihadapi dengan solidaritas dan keberanian untuk bersuara.
Selain Pabrik Gula di Jawa Tengah yang terkenal dengan cerita manten gula melalui filmnya, di Jawa Timur, khususnya di Blitar, juga terdapat pabrik coffee yang tidak kalah menarik dan kaya tradisi, yakni tradisi manten coffee.
Tradisi ini merupakan ritual budaya yang melambangkan kesuburan dan keberkahan hasil panen coffee.
Jika tertarik, datang dan saksikan event tahunan manten coffee De Karanganjar Koffieplantage pada bulan Juni mendatang!