Bayangkan sebuah malam di mana jalanan desa atau perkotaan hening diterangi lampu-lampu yang berkilauan, aroma masakan khas memenuhi udara, dan suara doa bersama menggema di seluruh tempat Ibadah umat muslim.
Inilah Malam Selikuran, tradisi unik yang memadukan nilai-nilai religius dan budaya lokal.
Tapi tunggu dulu, apa sebenarnya yang membuat malam ke-21 Ramadan ini begitu spesial hingga dirayakan dengan penuh semangat?
Malam ke-21 Ramadhan, atau yang dikenal sebagai Malam Selikuran, merupakan sebuah tradisi yang kaya makna dan sangat dihormati di kalangan umat Muslim, terutama di Indonesia.
Tradisi ini tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga mengandung nilai-nilai spiritual yang mendalam, terutama dalam menyambut sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan dan pencarian malam Lailatul Qadar. Mari kita telusuri lebih dalam tentang Malam Selikuran, tradisi takiran, dan maknanya.
Apa Itu Malam Selikuran?
Secara etimologis, “Selikuran” berasal dari bahasa Jawa yang berarti dua puluh satu.
Malam Selikuran adalah malam ke-21 dalam bulan Ramadhan, yang menandai awal dari sepuluh malam terakhir yang diyakini sebagai waktu yang penuh berkah.
Dalam agama Islam, malam ini sangat penting karena diyakini menjadi salah satu malam di mana Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan, dapat terjadi.
Tradisi ini berakar dari budaya Jawa dan telah ada sejak awal penyebaran Islam di tanah Jawa.
Masyarakat percaya bahwa pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan, Allah SWT akan menurunkan rahmat dan ampunan-Nya.
Oleh karena itu, Malam Selikuran menjadi momen untuk memperbanyak ibadah dan refleksi diri.
Tradisi Takiran: Ritual Menyambut Lailatul Qadar
Salah satu aspek menarik dari Malam Selikuran adalah tradisi takiran.
Pada malam ini, masyarakat biasanya berkumpul untuk melakukan doa bersama dan tahlilan. Mereka membawa makanan seperti nasi dan lauk pauk untuk dibagikan secara bersama-sama.
Kegiatan ini disebut “masang,” di mana makanan dikumpulkan dan didoakan oleh tokoh masyarakat sebelum dimakan bersama.
Tradisi ini bukan hanya sekadar makan bersama; ia melambangkan kebersamaan dan persaudaraan antarwarga. Dalam suasana penuh kehangatan ini, semua strata sosial seakan hilang, digantikan oleh semangat kebersamaan yang kuat. Ini adalah wujud nyata dari nilai-nilai gotong royong yang sangat dijunjung tinggi dalam budaya Indonesia.
Makna Spiritual Malam Selikuranlaila
Malam Selikuran memiliki makna spiritual yang dalam bagi umat Islam. Ini adalah saat di mana umat Muslim berusaha lebih dekat dengan Allah SWT melalui ibadah dan doa. Banyak orang percaya bahwa dengan meningkatkan ibadah pada malam ini, mereka akan lebih mungkin mendapatkan keberkahan Lailatul Qadar.
Lailatul Qadar sendiri diyakini sebagai malam ketika Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam ajaran Islam, malam ini memiliki nilai pahala yang sangat besar; bahkan lebih baik daripada seribu bulan ibadah. Oleh karena itu, banyak umat Muslim berusaha untuk meraih momen ini dengan meningkatkan kualitas ibadah mereka selama sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Kegiatan Selama Malam Selikuran
Kegiatan selama Malam Selikuran bervariasi tergantung pada daerahnya. Namun, beberapa kegiatan umum yang sering dilakukan antara lain:
• Doa Bersama: Masyarakat berkumpul untuk memanjatkan doa bersama agar diberikan keberkahan dan ampunan.
• Tahlilan: Membaca tahlil sebagai bentuk penghormatan kepada arwah para leluhur.
• Pembacaan Al-Qur’an: Banyak orang menghabiskan waktu untuk membaca Al-Qur’an sebagai bentuk ibadah tambahan.
• Makan Bersama: Setelah doa bersama, masyarakat biasanya menikmati hidangan yang telah disiapkan secara bersama-sama.
Di tengah arus modernisasi yang terus berkembang, pelestarian tradisi Malam Selikuran menjadi tantangan tersendiri.
Namun, banyak komunitas masih berkomitmen untuk melestarikan tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur dan nilai-nilai agama.
Generasi muda diajak untuk memahami dan menghargai kekayaan budaya serta nilai-nilai agama yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Tradisi ini bukan hanya menjadi momen ibadah tetapi juga sarana untuk memperkuat rasa persaudaraan dan kebersamaan dalam masyarakat.
Berbicara soal kebersamaan, Anda juga dapat menikmati momen Ramadhan di De Karanganjar Koffieplantage yang menawarkan beragam menu dan fasilitas untuk buka bersama maupun kegiatan keagamaan.