Mengapa pada masa lampau ketika akses pendidikan sangat terbatas dan penuh diskriminasi, banyak orang yang bersemangat dan rela berjuang keras untuk belajar?
Padahal, sekolah saat itu hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja, sementara rakyat biasa hampir tidak punya kesempatan.
Sebaliknya, di masa kini dengan akses pendidikan sudah jauh lebih mudah dan merata.
Ternyata belum diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang optimal.
Banyak tantangan muncul, mulai dari kualitas pengajar, metode pembelajaran, hingga relevansi kurikulum dengan kebutuhan zaman.
Fenomena ini mengingatkan kita pada perjuangan para pendahulu, terutama sosok Ki Hadjar Dewantara, yang dengan segala keterbatasan berani membuka pintu pendidikan bagi semua lapisan masyarakat.
Siapakah Ki Hadjar Dewantara?
Ki Hadjar Dewantara, lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada 2 Mei 1889, adalah seorang tokoh pendidikan, pejuang kemerdekaan, dan pelopor pendidikan nasional Indonesia.
Ia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional yang gagasan-gagasannya hingga kini menjadi fondasi utama sistem pendidikan di Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara bukan hanya seorang pendidik, tetapi juga seorang visioner yang memahami betul pentingnya pendidikan untuk membangun karakter dan kemajuan bangsa.
Perjuangan dan Pengorbanan Ki Hadjar Dewantara
Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan bagi pribumi sangat terbatas dan diskriminatif. Ki Hadjar Dewantara dengan gagah berani menentang ketidakadilan ini.
Ia mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922, sebuah lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak pribumi.
Melalui Taman Siswa, ia mengajarkan nilai-nilai kebangsaan, kemandirian, dan semangat juang yang tinggi.
Namun, perjuangan Ki Hadjar Dewantara tidaklah mudah.
Ia pernah dipenjara dan diasingkan oleh pemerintah kolonial karena aktivitasnya yang dianggap mengancam kekuasaan penjajah.
Meski begitu, semangatnya tidak pernah padam. Ia tetap berjuang melalui pendidikan sebagai jalan untuk membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan.
Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara mengembangkan konsep pendidikan yang sangat revolusioner pada masanya.
Ia menolak sistem pendidikan kolonial yang bersifat memaksa dan hanya mengutamakan penyerapan ilmu secara kaku.
Sebaliknya, ia memperkenalkan sistem pendidikan yang berorientasi pada peserta didik (student-centered), yang dikenal dengan sistem among.
Sistem among ini didasarkan pada dua prinsip utama: kodrat alam dan dasar kemerdekaan.
Artinya, pendidikan harus menghormati kodrat alami setiap anak dan memberikan kebebasan agar mereka bisa berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya tanpa paksaan atau perintah yang keras.
Dalam praktiknya, sistem ini menekankan keseimbangan antara aspek kognitif (ngerti), afektif (ngroso), dan psikomotorik (nglakoni), sehingga peserta didik tidak hanya mengerti secara intelektual, tetapi juga memahami dengan perasaan dan mampu mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan yang membentuk karakter dan moral, bukan sekadar pengetahuan akademis.
Melalui pelajaran seni, budaya, dan kesenian tradisional seperti tari dan gendhing, anak didik diajak untuk mengembangkan rasa kebangsaan, kehalusan budi pekerti, dan kesadaran akan nilai-nilai luhur budaya Indonesia.
Sejarah dan Perkembangan Taman Siswa
Sebagai wujud nyata dari konsep pendidikannya, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1922.
Taman Siswa merupakan sekolah yang didirikan khusus untuk rakyat pribumi sebagai alternatif dari sekolah-sekolah kolonial Belanda yang terbatas aksesnya bagi anak-anak Indonesia.
Taman Siswa tidak hanya berfungsi sebagai institusi pendidikan formal, tetapi juga sebagai gerakan kebudayaan dan sosial-politik yang bertujuan memperjuangkan kemerdekaan dan kesetaraan bangsa Indonesia melalui pendidikan.
Di Taman Siswa, sistem among diterapkan secara konsisten.
Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing dan pendamping yang menghormati kebebasan dan keunikan setiap anak.
Metode pembelajaran yang digunakan mengedepankan dialog, pengalaman langsung, dan pengembangan kreativitas siswa, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi insan yang merdeka lahir dan batin.
Selain itu, Taman Siswa juga menanamkan nilai-nilai Tri Pantangan, yaitu tidak menyalahgunakan kekuasaan, tidak melakukan manipulasi keuangan, dan tidak melanggar kesusilaan.
Nilai-nilai ini menjadi pedoman moral bagi siswa dalam kehidupan bermasyarakat.
Taman Siswa Blitar
Perguruan Taman Siswa Blitar didirikan pada tahun 1950 sebagai cabang dari gerakan pendidikan nasional yang dipelopori oleh Ki Hadjar Dewantara sejak 1922 di Yogyakarta.
Berbeda dengan Taman Siswa pusat di Yogyakarta yang menerapkan sistem asrama, Perguruan Taman Siswa Blitar tidak menggunakan sistem asrama, menyesuaikan dengan kondisi lokal dan kebutuhan masyarakat setempat.
Perguruan Taman Siswa Blitar lahir dalam konteks era kemerdekaan Indonesia, sebagai upaya melanjutkan perjuangan pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai nasionalisme, kemandirian, dan kebudayaan bangsa.
Latar belakang pendirian ini adalah untuk memberikan alternatif pendidikan yang merdeka dan tidak terikat pada sistem kolonial yang sebelumnya membatasi akses pendidikan bagi rakyat pribumi.
Melalui Taman Siswa Blitar, semangat Ki Hadjar Dewantara dalam memperjuangkan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia diteruskan di daerah Blitar dan sekitarnya.
Perkembangan Perguruan Taman Siswa Blitar (1950-1979)
Pada periode 1950 hingga 1979, Perguruan Taman Siswa Blitar menghadapi berbagai tantangan dan hambatan yang mempengaruhi perkembangannya.
Meski demikian, perguruan ini tetap berperan penting dalam menyediakan pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter, semangat kebangsaan, dan kemandirian siswa sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan kualitas pendidikan di tengah dinamika sosial-politik pascakemerdekaan.
Perguruan Taman Siswa Blitar menekankan prinsip pendidikan yang inklusif dan berkarakter, sesuai dengan ajaran Ki Hadjar Dewantara seperti “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”.
Sekolah ini menjadi tempat belajar yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun semangat nasionalisme dan kemandirian siswa.
Taman Siswa di Blitar saat ini telah bertransformasi menjadi sekolah formal dengan nama SMP Taman Siswa yang berstatus sekolah swasta di bawah yayasan.
Sekolah ini masih mempertahankan nama Taman Siswa sebagai warisan dari pendirinya, Ki Hadjar Dewantara, dan beroperasi secara resmi dengan izin operasional terbaru pada tahun 2022.
Selain lingkungan sekolah, masyarakat juga ikut andil untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki siswa.
Seperti halnya, De Karanganjar Koffieplantage yang membantu mewadahi beragam minat dan bakat putra-putri daerah melalui event-event menarik.
Salah satunya event tahunan “manten coffee”, di mana peran manten coffee diperagakan oleh siswa-siswi jenjang SMA/SMK, kemudian disusul lomba mewarnai batik oleh siswa-siswi jenjang SD, dan lomba membuat coffee oleh siswa-siswi SMA/SMK.
Event tersebut tidak hanya bertujuan meningkatkan keterampilan dan prestasi siswa, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebersamaan, disiplin, dan rasa cinta terhadap budaya lokal.
Jika Anda tertarik, datang dan saksikan event tahunan De Karanganjar Koffieplantage pada bulan Juni mendatang.