Jika mendengar tentang sosok “Proklamator”, tentu tidak asing dengan eksistensi Kota Blitar.
Bung Karno adalah tokoh yang sangat terkemuka dan menjadi simbol sejarah tersendiri di Kota Blitar.
Kota ini dikenal dengan perayaan Grebeg Pancasila yang diadakan setiap tanggal 1 Juni untuk memperingati hari lahirnya Pancasila yang digagas oleh Bung Karno.
Selain itu, tanggal 6 Juni adalah hari lahir Bung Karno, dan tanggal 20 Juni adalah hari wafatnya.
Oleh karena itu, setiap bulan Juni, Kota Blitar mencanangkan bulan tersebut sebagai Bulan Bung Karno.
Hal ini menunjukkan betapa besar rasa terima kasih dan penghormatan masyarakat Kota Blitar kepada Bung Karno serta pentingnya hari lahirnya Pancasila, salah satunya melalui Grebeg Pancasila.
Grebeg Pancasila adalah sebuah acara budaya yang dilakukan untuk memperingati hari lahir Pancasila sebagai sebuah peristiwa budaya yang penting.
Grebeg Pancasila muncul karena kekecewaan dan kegelisahan para seniman dan budayawan Kota Blitar yang merasa bahwa tanggal 1 Juni tidak lagi diperingati sebagai hari lahir Pancasila.
Bagus Putu Parto bersama para seniman dan budayawan di Blitar menggagas acara ini, dan pada tahun 2000, ide tersebut akhirnya diwujudkan dengan nama Grebeg Pancasila.
Pada tahun 2017, untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, hari lahir Pancasila ditetapkan sebagai hari libur nasional berdasarkan Keputusan Presiden Joko Widodo Nomor 21 Tahun 2016 tentang hari lahir Pancasila.
Untuk merayakan hari penting ini, Pemerintah Kota Blitar bersama masyarakat melaksanakan Grebeg Pancasila.
Grebeg Pancasila pertama kali diadakan di Istana Gebang dengan tiga ritus utama: Upacara Budaya, Kirab Gunungan Lima, dan Kenduri Pancasila.
Upacara Budaya adalah prosesi penghormatan yang melibatkan berbagai elemen budaya lokal.
Kirab Gunungan Lima adalah pawai yang menampilkan lima gunungan sebagai simbol lima sila Pancasila, dan Kenduri Pancasila adalah acara makan bersama sebagai bentuk syukur dan kebersamaan masyarakat Blitar dalam memperingati hari lahir Pancasila.
Melalui kegiatan ini, nilai-nilai Pancasila dihidupkan kembali dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Blitar.
Adapun perayaan Grebeg Pancasila dilakukan dengan beberapa prosesi, di antaranya:
- Prosesi Bedholan Pusaka dan Pawai Lentera
Prosesi pertama dalam Grebeg Pancasila adalah ritual bedholan pusaka dan pawai lentera yang berlangsung pada malam 31 Mei di Istana Gebang.
Kirab bedholan pusaka ini merupakan arak-arakan lambang negara dan perlengkapan upacara yang digunakan untuk upacara budaya dan kirab gunungan lima.
Pusaka nagari yang disemayamkan semalaman di Istana Gebang diarak ke kantor Walikota Blitar.
Arak-arakan ini melibatkan Bregodo Siji dan Bregodo Enem yang mengenakan pakaian tradisional era Majapahit dengan beskap lengkap, serta Bregodo Patang Puluh Lima yang memakai seragam prajurit Majapahit dan prajurit Trisakti, diiringi lentera-lentera.
Tujuan dari pakaian adat ini adalah untuk melestarikan budaya daerah Indonesia. Bahasa Jawa digunakan dalam prosesi ini sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan bahasa daerah di Indonesia.
Prosesi pertama bedholan pusaka dalam perayaan Grebeg Pancasila berfungsi sebagai pengenalan budaya kepada masyarakat Blitar setiap tahunnya, sekaligus mengingatkan tentang sejarah kelahiran Pancasila. Simbolisme Bregodo Siji, Bregodo Enem, dan Bregodo Patang Puluh Lima merujuk pada tanggal lahir Pancasila, yaitu 1 Juni 1945.
- Malam Tirakatan
Prosesi kedua dari perayaan Grebeg Pancasila adalah malam tirakatan, yaitu malam di mana orang tidak tidur untuk menunggu tanggal 1 Juni.
Prosesi ini bertujuan untuk merenung dan mengintrospeksi diri, dilaksanakan setelah prosesi bedholan pusaka di kantor Walikota Blitar.
Malam tirakatan diiringi dengan doa bersama untuk mengenang dan merenungkan proses perumusan Pancasila serta mengenang dan mendoakan pahlawan yang telah gugur, dan diisi dengan mocopatan, sebuah budaya lisan yang berisi sejarah singkat tentang Bung Karno.
Nilai yang dapat diambil dari prosesi malam tirakatan ini adalah sebagai bentuk perenungan serta mengenang kelahiran dasar Negara yaitu Pancasila, sekaligus pengenalan dan pelestarian budaya berupa mocopat.
- Upacara Budaya
Prosesi ketiga dalam perayaan Grebeg Pancasila adalah upacara budaya yang dilaksanakan pada tanggal 1 Juni di Alun-Alun Kota Blitar.
Upacara ini mirip dengan upacara militer pada umumnya namun dikolaborasikan dengan budaya lokal.
Nilai aktualisasi dalam prosesi ini terletak pada tanggung jawab para seniman dan jajaran pemerintah Kota Blitar untuk hadir dalam upacara tersebut, sebagai bentuk nasionalisme dan penghormatan terhadap lahirnya Pancasila.
- Kirab Gunungan Lima
Prosesi keempat dalam Grebeg Pancasila adalah kirab gunungan lima yang dimulai dari Alun-Alun Kota Blitar hingga Makam Bung Karno.
Gunungan lima ini terdiri dari sayur-sayuran yang mengerucut ke atas, melambangkan masyarakat Blitar yang bersatu padu dan gotong royong menuju Tuhan Yang Mahakuasa.
Gunungan lima melambangkan lima nilai Pancasila. Isi sayuran dalam gunungan lima seperti ontong, kacang panjang, bawang merah dan putih, cabe merah, jeruk, serta wortel memiliki makna filosofis masing-masing yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
- Kenduri Pancasila
Prosesi terakhir dalam perayaan Grebeg Pancasila adalah kenduri atau selametan tumpengan yang diadakan di Makam Bung Karno.
Prosesi ini merupakan upaya untuk mencari berkah dari Tuhan, dihadiri oleh masyarakat sekitar dan jajaran pemerintah Blitar.
Nilai yang dapat diambil dari kenduri ini adalah nilai persatuan dan kesatuan, di mana acara yang dihadiri oleh berbagai orang dengan latar belakang dan agama yang berbeda, berdoa bersama dengan saling toleransi, menunjukkan kerukunan dan kedamaian masyarakat Blitar.
Selain Grebeg Pancasila, Blitar juga memiliki tradisi Manten Kopi yang digelar setahun sekali.
Tradisi tahunan ini, yang dilakukan di Perkebunan Kopi Karanganjar, Blitar, melibatkan pemilihan biji kopi terbaik— kopi wadon (perempuan) dan kopi lanang (laki-laki)—yang kemudian disatukan dan didoakan sebagai ungkapan rasa syukur atas musim panen dan doa untuk panen yang melimpah.
Peserta mengenakan pakaian tradisional Jawa dan meletakkan persembahan di kaki pohon kopi terpilih.
Datang dan nikmati suasana yang hangat dan menyenangkan di event Manten Kopi De Karanganjar Koffieplantage pada tanggal 9 Juni 2024!