Di balik gemerlap perayaan Hari Jadi Blitar yang selalu jatuh pada 5 Agustus, tersimpan sebuah misteri sejarah yang jarang terungkap, yakni keberadaan Prasasti Karangtengah.
Apakah kota ini benar-benar berusia 700 tahun, seperti yang selama ini diyakini?
Atau mungkin lebih tua dari yang tercatat dalam prasasti resmi? Pertanyaan ini mulai menggugah rasa ingin tahu banyak orang setelah ditemukannya sebuah peninggalan kuno yang mampu mengubah pandangan kita tentang asal-usul Blitar.
Prasasti Karangtengah, membuka lembaran baru dalam sejarah kota ini, mengungkapkan fakta yang mengejutkan bahwa peradaban Blitar mungkin telah berkembang jauh sebelum abad ke-14, bahkan sejak abad ke-7 Masehi.
Penetapan Hari Jadi Blitar pada tanggal 5 Agustus didasarkan pada Prasasti Balitar I, yang diresmikan oleh Raja Jayanegara pada tahun 1324 Masehi.
Prasasti ini menandai eksistensi Blitar pada masa itu, dan hingga kini, tanggal tersebut selalu dikenang sebagai tonggak penting bagi sejarah kota ini.
Meskipun begitu, para sejarawan dan peneliti tetap memperdebatkan usia sebenarnya dari kota ini.
Ada pendapat bahwa Blitar mungkin jauh lebih tua dari yang diperkirakan, bahkan melebihi 700 tahun, berdasarkan berbagai temuan sejarah lainnya.
Salah satu penemuan paling penting dalam perdebatan ini adalah Prasasti Karangtengah, yang ditemukan di Kelurahan Karangtengah, Blitar.
Prasasti ini menambah kekayaan sejarah Blitar, menunjukkan bahwa kota ini telah menjadi pusat peradaban penting sejak abad ke-7 Masehi.
Dengan tanggal yang tertulis pada prasasti tersebut, yakni tahun 671 Saka atau sekitar 749 Masehi, Blitar diyakini telah menjadi wilayah yang maju jauh sebelum masa kejayaan Kerajaan Majapahit.
Penelitian mendalam terhadap Prasasti Karangtengah yang dipimpin oleh Gus Dian, seorang antropolog terkenal, mengungkapkan bahwa prasasti ini berasal dari masa Kerajaan Kalingga, tepatnya pada masa pemerintahan Raja terakhir, Shri Mahaprabhaja Panangkarama.
Prasasti ini berisi informasi tentang pemberian sima swatantra—atau tanah bebas pajak—di wilayah agraris Karangtengah sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat setempat yang membantu kerajaan dalam memenangkan peperangan.
Hadiah tanah bebas pajak ini menunjukkan betapa pentingnya wilayah ini bagi Kerajaan Kalingga, serta betapa majunya peradaban Blitar sejak masa itu.
Namun, penemuan ini tidak berhenti hanya pada penggalian sejarah Kerajaan Kalingga.
Lebih jauh lagi, Prasasti Karangtengah menggambarkan betapa vitalnya wilayah tersebut sebagai pusat agraris yang produktif.
Menurut penelitian awal, tanah di daerah Karangtengah dikenal sebagai penghasil padi lulut, sejenis padi yang tahan terhadap banjir dan lahar.
Keberadaan padi ini membuktikan kemampuan masyarakat Blitar kuno dalam beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan teknologi pertanian yang canggih.
Selain itu, Prasasti Karangtengah juga menjadi bukti bahwa Blitar telah memainkan peran penting dalam sejarah Jawa sejak ribuan tahun lalu.
Hal ini ditekankan oleh Sasmitro, Ketua Pokdarwis Wono Madyo di Kelurahan Karangtengah, yang menegaskan bahwa prasasti ini tidak hanya mencatat sejarah, tetapi juga menjadi simbol penting yang dapat mengedukasi masyarakat tentang warisan budaya mereka.
Penemuan dan penelitian yang dilakukan terhadap Prasasti Karangtengah tidak hanya membuka tabir sejarah yang panjang, tetapi juga menjadi cermin penting bagi masyarakat modern untuk menghargai dan melestarikan warisan nenek moyang mereka.
Dengan keberadaan prasasti ini, Blitar semakin diakui sebagai kota yang memiliki sejarah mendalam dan kaya, yang melampaui sekadar usia resmi perayaan Hari Jadi-nya.
Meskipun penelitian terhadap prasasti ini masih terus berlanjut, harapan besar muncul bahwa semakin banyak ahli dari berbagai bidang akan memberikan kontribusi lebih lanjut untuk memperdalam pemahaman tentang sejarah Blitar dan warisan budaya yang ada.
Penemuan Prasasti Karangtengah ini juga membuka peluang besar bagi pengembangan wisata edukatif di Blitar, di mana masyarakat lokal dan wisatawan dari berbagai penjuru dapat lebih mengenal peradaban Blitar yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Selain Prasasti Karangtengah, di Perkebunan De Karanganjar Koffieplantage juga terdapat sebuah petilasan yang dikenal dengan nama Gadhung Melati.
Situs ini hingga kini masih menyimpan misteri tersendiri karena kebenarannya belum dapat dipastikan.
Sumber yang ada sebagian besar hanya berupa cerita lisan yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat sekitar.
Tanpa dukungan bukti tertulis atau arkeologis yang lebih kuat, Gadhung Melati tetap menjadi salah satu bagian dari sejarah lokal yang terus menarik perhatian, sekaligus mengundang pertanyaan lebih lanjut tentang warisan budaya dan sejarah di kawasan perkebunan ini.