Pernahkah Anda mendengar cerita dari orang tua atau kakek nenek tentang masa kecil mereka yang penuh keterbatasan listrik?
Kisah-kisah itu mungkin terdengar seperti dongeng dari dunia yang jauh berbeda, di mana malam diterangi oleh lampu minyak, dan listrik dianggap sebagai sesuatu yang langka, bahkan mewah.
Namun, bagaimana sebenarnya kehidupan di masa kolonial ketika listrik mulai diperkenalkan, khususnya di wilayah Blitar?
Awal Mula Listrik di Blitar
Pada awal abad ke-20, Blitar mulai mengalami perubahan signifikan dengan dibentuknya Gemeente (pemerintahan kota) oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1906.
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan daerah dan memfasilitasi perkembangan infrastruktur, termasuk penyediaan listrik.
Meskipun demikian, hingga tahun 1923, penerangan jalan di Blitar masih sangat minim, menandakan bahwa akses terhadap listrik belum merata.
Pemerintah gemeente kemudian menunjuk De Blitarsche Blik-en Zinkindustrie untuk menyediakan dan mengoperasikan perangkat penerangan jalan.
Pada tahun 1927, upaya untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik dimulai dengan pembangunan pusat listrik tenaga diesel yang direncanakan beroperasi pada April 1928.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dalam kondisi terbatas, pemerintah kolonial berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat akan listrik.
Pembangunan Gardu Listrik Pertama
Perkembangan signifikan terjadi pada tahun 1933 ketika NIWEM (Nederlandsch Indie Waterkracht en Elektriciteit Maatschappij) memasang gardu listrik di Blitar. Ini menjadi titik balik dalam penyediaan listrik bagi masyarakat
Dengan adanya gardu ini, Blitar mulai memiliki jaringan listrik yang lebih memadai, yang tidak hanya mendukung aktivitas pemerintah dan masyarakat, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup warga kota.
Gardu listrik tersebut menjadi salah satu peninggalan bersejarah yang masih dapat dilihat hingga kini.
Selain itu, infrastruktur lain seperti jalan raya dan stasiun kereta api juga dibangun untuk mendukung transportasi dan distribusi barang, yang semakin memperkuat posisi Blitar sebagai pusat kegiatan ekonomi di Jawa Timur.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Penyediaan listrik membawa dampak besar terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Blitar.
Dengan adanya penerangan yang lebih baik, aktivitas malam hari menjadi lebih aman dan produktif.
Selain itu, fasilitas publik seperti rumah sakit, sekolah, dan kantor pemerintahan juga mulai memanfaatkan listrik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
Kehadiran listrik juga membuka peluang bagi industri lokal untuk berkembang. Beberapa industri kecil mulai bermunculan, memanfaatkan tenaga listrik untuk produksi barang.
Hal ini berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk setempat.
Hingga saat ini, beberapa peninggalan dari masa kolonial terkait dengan penyediaan listrik masih dapat ditemukan di Blitar.
Gardu listrik pertama yang dibangun oleh NIWEM menjadi salah satu landmark bersejarah yang mencerminkan kemajuan teknologi pada masa itu.
Selain itu, beberapa bangunan tua lainnya yang dibangun pada era tersebut juga masih berdiri kokoh dan menjadi saksi bisu perjalanan sejarah kota ini.
Salah satunya adalah De Karanganjar Koffieplantage, perkebunan kopi tertua di Blitar sejak masa kolonial Belanda yang tidak hanya mempertahankan warisan sejarahnya, tetapi juga mengalami transformasi signifikan dalam hal teknologi dan mesin yang digunakan.
Pada masa kolonial, Belanda memperkenalkan berbagai teknologi baru, termasuk mesin pengupas kulit kopi dan mesin pengering kopi, yang mempercepat proses produksi dan meningkatkan kualitas kopi yang dihasilkan.
Saat ini, De Karanganjar telah beradaptasi dengan perkembangan zaman dengan menggunakan mesin roasting modern berkapasitas 50 kg dalam sekali proses, serta alat-alat kelengkapan pasca panen yang lebih efisien.