Ditulis pada : 14 April 2022
Oleh : Wima Brahmantya
Abry bergabung beberapa bulan saja sebelum pandemi di awal 2020. Meskipun belum setahun bekerja, saya lihat dia barista paling oke yang pernah ada di OG Cafe. Baik dari sisi skill, penampilan, dan cara melayani customer.
Ketika kebijakan ‘lockdown’ ditetapkan, saya merumahkan banyak sekali karyawan. Tapi Abry tidak termasuk yang dirumahkan. Dia satu-satunya pegawai cafe yang dipertahankan. Tugasnya bersih-bersih cafe tiap hari, dan juga bantu ngeroasting kopi di pabrik.
Itu berjalan kurang lebih 2-3 bulan saja. Zero income di sektor pariwisata membuat saya ‘menyerah’. Saya harus merumahkan beberapa orang lagi, termasuk Abry.
Saya berpesan : “semoga sukses di pekerjaan yang lain. Sewaktu-waktu kalau De Karanganjar butuh, bantu-bantu kita lagi di sini ya.”
1 tahun lebih berlalu tanpa pemasukan di sektor pariwisata. Ketika beberapa resto / cafe di tempat lain sudah mulai ‘nekad’ buka, kami pun berniat melakukan hal yang sama. OG Cafe harus dibuka, meski pariwisatanya masih tutup.
Orang yang saya hubungi pertama tentu saja Abry. Ternyata dia sudah kerja di barbershop di kota. Waktu saya ajak dia balik, dia minta waktu dua hari untuk berpikir. Dan dua hari kemudian … “taraaa”, pagi-pagi saya udah lihat dia bersih-bersih cafe.
OG Cafe pun beroperasi seperti dulu (minus waitress bule tentunya hahaha), sampai sekarang. Di suatu waktu, seorang teman bilang ke saya bahwa Abry sebenarnya punya kemampuan masak. Ketika saya tanya dia menyodorkan sertifikat tata boga dan surat keterangan pernah kerja di resto-resto di kota.
Lah, kenapa juga ya dia mau pulkam dan kerja di gunung begini?
Akhirnya saya angkat dia jadi chef di OG Cafe. Saat itu juga menu makanan di OG Cafe berubah menjadi lebih “proper & elegant”. Kalau dulu (selain kopi tentunya) yang dianggap enak cuma nasgornya, kini OG Cafe juga jual menu-menu semacam “spaghetti tiga rasa : aglio e olio, carbonara, bolognese”.
Tapi favorit saya adalah “chicken blackpepper rice”. Entah berapa kali sudah saya order menu ini. Orang bilang ini menu pedes banget, tapi saya menikmati nglethus satu persatu cabenya yang ada di situ ????????