Ditulis pada 8 Mei 2022
By: Wima Brahmantya
NIKOS & DANAI – pasangan Yunani ini adalah anak magang pertama setelah era pandemi.
Ada obrolan menarik semalam, diawali dari pertanyaan mereka kenapa nama belakang saya berbeda dengan nama ayah. Tentu saja jawabannya karena orang Jawa tidak punya marga (btw nama saya juga berbau “India”).
So mereka cerita tentang bagaimana orang Yunani menamai anak-anaknya. Bagi mereka nama itu sakral, sehingga hampir tidak mungkin ada orang Yunani yang pake nama bangsa lain seperti orang Indonesia yang selalu berubah setiap zaman dan saat ini justru mulai didominasi nama-nama Barat, Arab, Latin, bahkan Jepang.
Sementara orang Yunani dari dulu ya namanya begitu itu, hampir selalu berakhir dengan “s” di belakang. Dulu ada nama Socrates dan Archimedes, sekarang ada Angelos Charisteas dan Theodoros Zagorakis.
Tradisi memberi nama anak mereka juga unik, yaitu nama anak harus diambil dari nama salah satu kakek atau nenek. Jadi misalnya si Nikos ini nama salah satu kakeknya pasti Nikos. Kalau Nikos punya adik akan dinamai dari nama kakek yang lain, atau nenek. Ini sering jadi penyebab keributan dalam keluarga karena berebut nama kakek / nenek mana yang harus diberikan ke anak.
Tapi dalam kasus Danai, orangtuanya termasuk liberal. Mereka tidak menamai putrinya dengan nama kakek atau neneknya. Maka sempat terjadi ‘goro-goro’ di antara keluarganya hanya karena soal nama.
Danai juga cerita ada kakek temannya yang bunuh diri gara-gara tidak ada satu pun cucunya yang dinamai seperti namanya. Bagi dia ini sangat memalukan.
Ya memang terdengar ortodoks. Tapi di satu sisi ini bagus buat menjaga identitas mereka. Di satu sisi kita juga patut bersyukur bahwa di Indonesia hampir tidak pernah ada keributan soal nama. Tapi baiknya kita juga jangan terlalu bebas menamai anak-anak kita hanya karena tren.
Kita pengen kan Indonesia jadi bangsa yang kuat kepribadiannya, bukan bangsa yang sekedar tren-trenan aja?