Social media has become a platform that accelerates the spread of culinary trends, including when it comes to drinks.
Coffee, yang dulunya hanya dianggap sebagai minuman sehari-hari, kini telah bertransformasi menjadi elemen penting dari gaya hidup modern.
Berkat adanya kedai coffee yang semakin banyak, coffee bukan lagi sekadar minuman pagi, melainkan simbol status dan bagian dari rutinitas sosial yang dianggap stylish.
Instagram dan platform media sosial lainnya telah mempopulerkan berbagai variasi coffee, dari latte art hingga coffee spesialti, yang semakin menambah daya tariknya di kalangan masyarakat.
Sejarah dan Adaptasi Istilah “ Coffee”
Istilah “ coffee” berasal dari kata Arab “qahwa,” yang berarti “kuat” atau “minuman yang membangkitkan semangat.”
The term became recognised in Europe around 1600.
Adaptasi kata ini terlihat dalam berbagai bahasa, seperti “coffee” dalam bahasa Inggris, “café” dalam bahasa Perancis, dan “caffè” dalam bahasa Italia.
Penyesuaian istilah ini menunjukkan bagaimana budaya coffee menyebar dan mempengaruhi bahasa serta kebiasaan di seluruh dunia.
Sejarah Penemuan dan Penyebaran Coffee
Coffee pertama kali ditemukan di Ethiopia oleh seorang penggembala bernama Kaldi, yang menyadari bahwa buah beri dari pohon coffee membuatnya tetap terjaga.
Penemuan ini kemudian menyebar ke wilayah Arab, yang menjadi titik awal perjalanan coffee ke seluruh dunia.
Pada abad ke-15, coffee mulai ditanam dan diperdagangkan di Jazirah Arab, khususnya di Yaman.
Kedai coffee pertama kali muncul di kawasan ini, di mana coffee mulai menggantikan anggur sebagai minuman utama dan kedai coffee menjadi pusat kegiatan sosial, tempat berkumpul, berbicara, dan bertukar informasi.
Coffee tiba di Eropa pada abad ke-17, di mana ia awalnya ditolak oleh beberapa pihak yang skeptis, bahkan disebut sebagai “minuman pahit Setan” oleh beberapa pendeta.
Namun, Paus Clement VIII memberikan persetujuan setelah mencicipinya dan menemukan bahwa coffee sangat lezat.
Kedai coffee di Eropa kemudian menjadi pusat sosial yang sibuk, menggantikan bir dan anggur sebagai minuman pagi yang umum.
Penyebaran Coffee ke Dunia Baru
Pada pertengahan abad ke-17, coffee dibawa ke New Amsterdam (sekarang New York) oleh penjajah Belanda.
Meskipun awalnya teh adalah minuman favorit di Amerika, preferensi masyarakat berubah setelah insiden Pesta Teh Boston pada tahun 1773, yang memicu penurunan konsumsi teh dan meningkatnya konsumsi coffee.
Perkebunan Coffee Global
Setelah mengalami persaingan ketat dalam budidaya coffee di luar Arab, Belanda berhasil menanam coffee di Indonesia pada abad ke-17.
Tanaman coffee tumbuh subur, dan Belanda memperluas perkebunan coffee dari Batavia (Jakarta) ke daerah Sumatera dan Sulawesi, menjadikannya sebagai salah satu penghasil coffee utama di dunia.
Pada tahun 1714, Raja Louis XIV dari Perancis menerima bibit coffee dari Walikota Amsterdam.
Bibit ini kemudian dibawa oleh Gabriel de Clieu ke Martinik, di mana tanaman coffee berkembang pesat dan menjadi sumber dari semua pohon coffee di Karibia, Amerika Tengah, dan Selatan.
Inovasi dalam Coffee pada Abad ke-20
Tahun 1904 menandai penemuan mesin espresso modern oleh Fernando Illy, yang mempermudah pembuatan coffee berkualitas tinggi.
Selain itu, penemuan coffee decaf oleh Jerman pada tahun 1910 membuka pilihan bagi mereka yang ingin mengurangi asupan kafein.
Asosiasi Coffee Nasional di Amerika dibentuk pada tahun 1911 untuk lebih mengorganisir perdagangan coffee di negara tersebut.
Coffee sebagai Bagian dari Tradisi di Indonesia
Di Indonesia, coffee telah menjadi bagian integral dari tradisi dan budaya lokal.
Di banyak kota, terutama di daerah beriklim dingin, warung coffee tidak hanya sebagai tempat minum coffee tetapi juga sebagai pusat komunitas dan interaksi sosial.
Pepatah lama, “di mana ada warung coffee, di sana ada kehidupan,” menggambarkan betapa pentingnya warung coffee dalam kehidupan sehari-hari, seringkali menjadi tempat kejutan dan penemuan budaya yang menarik.
De Karanganjar Koffieplantage di Blitar, didirikan pada awal abad ke-20 oleh Belanda, merupakan perkebunan coffee bersejarah yang berperan besar dalam produksi coffee lokal.
Known for its Arabica variety, the traditional processing involves hand-picking and natural drying, which preserves the quality and unique flavour.
Berada di lereng pegunungan yang beriklim sejuk, coffee ini mencerminkan pengaruh lingkungan yang ideal.
Coffee ini juga menjadi bagian dari budaya lokal Blitar, sering dihidangkan dalam event-event penting De Karanganjar Koffieplantage dan pemetintah Kabupaten Blitar, sehingga menambah keistimewaannya sebagai coffee unggulan.