Ditulis pada 06 Oktober 2017
Oleh : Wima Brahmantya
“Saya berterima kasih kepada semua, dan terutama kepada para petani”.
Itu jawaban dari Hiroshi Ueda, pemuda asal Jepang yang sekarang lagi magang di Keboen Kopi Karanganjar ketika saya bertanya kenapa dia “menyembah” makanan di depannya.
“Apakah semua orang Jepang melakukannya, apa pun agama dia?” saya bertanya lagi.
Ya, kebanyakan orang Jepang melakukannya, apa pun agamanya, tidak terkecuali yang atheis. Hiroshi sendiri mengatakan “agamanya tidak jelas”
Saya kira ini sebuah tradisi yang mulia. “Berterima kasih kepada para petani” menunjukkan seberapa besar rasa hormat bangsa tsb kepada para petani.
Sementara kebanyakan dari kita tidak melakukannya. Padahal negeri kita ditopang sebagian besar oleh pertanian. Petani adalah profesi kebanyakan orang Indonesia. Tapi para petani juga menjadi kelompok yang sering dikalahkan dalam berbagai hal yang terjadi di negeri ini.
Di mata kita petani identik dengan keterbelakangan dan kemiskinan. Kita memandang sebelah mata kepada mereka. Dan tidak banyak yang berminat untuk masuk ke dunia pertanian.
Sebuah ironi bagi sebuah negeri yang sangat mengandalkan sektor pertanian. Itu semua berawal dari rendahnya rasa hormat kepada petani.
Sore ini saya mendapatkan pelajaran berharga dari Hiroshi. Sedikit cerita dari saya ini semoga menginspirasi kawan-kawan untuk menghidupkan budaya menghormati para petani, yang bisa dimulai dari meja makan.
Malam ini saya mulai katakan kepada si Jaga Nusantara untuk tidak menyia-nyiakan makanan yang ada di hadapan kita.
“Dihabiskan nasinya ya nak .. kasihan pak tani …”