Written on 18 August 2020
By: Wima Brahmantya
“Apa makna kemerdekaan Indonesia bagi anda?”
That was the question someone asked me yesterday after the 17s ceremony at de Karanganjar.
Jawaban atas pertanyaan ini tentu tidak sederhana. Maka saya menjawabnya dalam konteks pribadi selaku pengusaha di perkebunan coffee yang dikelola keluarga kami.
Ada banyak cerita tentang perkebunan coffee ini pada masa kolonial Belanda. Salah satunya adalah bagaimana pada saat itu komoditi coffee ternyata hanya boleh dinikmati oleh orang-orang Belanda saja, dan orang-orang pribumi dari golongan ningrat.
What about the commoners?
Ternyata mereka tidak dibolehkan menikmati coffee yang ditanam di bumi mereka sendiri dengan tangan dan keringat mereka sendiri. Mungkin alasannya adalah coffee yang dihasilkan tidak akan cukup untuk komoditi perdagangan jika penduduk lokal juga mengonsumsinya.
Sebagai gantinya mereka boleh menikmati “teh” yang diseduh dari daun coffee itu sendiri. Tentu saja kenikmatannya berbeda jauh, karena teh daun coffee rasanya sangat pahit, meskipun penelitian menunjukkan bahwa teh daun coffee ini baik untuk kesehatan.
Maka “kemerdekaan” itu bagi saya adalah ketika kita bisa menyeruput coffee yang ditanam dari bumi kita sendiri, yang dirawat dengan tangan dan keringat kita sendiri. Tentu saja termasuk mencari kesejahteraan dari bumi kita sendiri.
Dan tahukah anda, bahwa “rasa merdeka” itu semakin berapi-api tatkala mengingat bagaimana leluhur kami harus melayani “mereka”, dan saat ini “merekalah” yang melayani kami?
#de_karanganjar
#jarkoffieplantage yard
#keboenkopikaranganjar