Ditulis pada 30 November 2020
Oleh : Wima Brahmantya
Dunia selalu membandingkan siapa yang terbaik : Pele atau Maradona.
Jika diukur secara ‘lempeng-lempengan’ aja ya jelas. Siapa yang bisa menandingi Pele dengan tiga trofi Piala Dunia, dan begitu ‘manis’ sepanjang hayatnya, sehingga FIFA mengangkatnya menjadi seorang duta.
Tapi bagi saya Maradona punya tempat khusus di hati. Dia adalah pemain bola pertama yang terdengar di telinga saya, dan dia adalah salah satu alasan pertama saya mencintai sepakbola.
Kalau Pele dicitrakan selalu positif, Maradona sebaliknya dia akrab dengan kontroversi dan obat-obatan terlarang. Jelas tidak terlalu baik sebagai panutan generasi muda.
Tapi di balik itu semua, saya mengagumi keberanian seorang Maradona untuk berjalan di jalur anti-mainstream. Dia berani mengkritik setiap kebijakan FIFA yang menurutnya tidak fair. Keberaniannya pun merambah ke dunia politik dimana ia juga bersuara atas “kemunafikan dunia” yang tidak berdaya di hadapan Amerika dan Israel. Itulah kenapa Maradona menjadi akrab dengan tokoh-tokoh revolusioner seperti Castro, Morales, dan Chavez.
Bicara soal skill, saya kira Pele dan Maradona tidak terlalu bisa dibandingkan karena mereka bermain di posisi yang berbeda dengan style permainan berbeda.
Hanya saja perlu diingat bahwa Pele memenangkan Piala Dunia bersama jagoan-jagoan lain macam Garrincha, Vava, Didi, Rivelino, dan Jairzinho.
Maradona? Siapa yang kenal nama-nama macam Burruchaga, Valdano, Brown? Jelas sekali Maradona adalah “bintang terang” di 1986.
Pun saya salut dengan bagaimana kebesaran hati Maradona setiap kali mendukung dengan totalitas ketika tim Tango berlaga. Bandingkan dengan Pele yang beberapa kali nyinyir terhadap generasi penerusnya, seolah dia tidak rela kalau ada pemain bola Brazil yang bakalan lebih hebat dari dia.
Itulah kenapa ketika mendengar Maradona hadir di Surabaya, saya tidak melewatkan kesempatan berjumpa. Walau hanya 10 menit saja, rasanya seperti mimpi bisa melihat “Si Bogel Tua” menggocek bola di depan mata kepala sendiri.
Dan kaos ini adalah kenang-kenangan pertemuan saya dengan “Si Tangan Tuhan”.
Adios Diego, mi inspiracion!
#maradona
#de_karanganjar_koffieplantage