Ditulis pada 28 Oktober 2017
Oleh : Wima Brahmantya
“Tempatnya asik, tapi harga secangkir kopinya terlalu mahal!!”
Begitulah testimoni seorang embak-embak tentang OG Cafe yang ada di Keboen Kopi Karanganjar.
“Mahal atau murah” itu relatif, dan sangat bergantung pada obyeknya. 1 juta rupiah sangat murah untuk 1 sepeda motor, tapi sangat tidak masuk akal untuk tiket masuk WC.
Tapi saya tahu, bahwa si embak mungkin membandingkan harga secangkir kopi di tempat kami dengan secangkir kopi di warung pinggiran jalan yang kisaran harganya 2000-an rupiah.
Mbak, kopi yang disajikan di warung-warung itu biasanya dari produk kopi sachet, yang sudah berupa campuran dari kopi kualitas rendah dengan jagung atau beras. Makanya bisa diproduksi massal dengan harga murah.
Sementara kedai kopi atau cafe biasa menjual “kopi murni”, dari biji kopi pilihan, sehingga pastinya lebih eksklusif dan lebih mahal.
Di cafe pun penyajian kopi tidak asal disajikan begitu saja, tapi ada beberapa metode penyajian, seperti : syphon atau V6 Drip misalnya. Lalu setiap jenis kopi juga punya ceritanya sendiri-sendiri. Sehingga memang ada “unsur entertainment” dalam penyajian kopi di cafe. Yang seperti ini tentunya “ada harganya”, dibandingkan kopi sachet yang tinggal diseduh dengan air panas.
Belum lagi kalau dihitung dengan suasana cafe yang membuat pengunjung betah berlama-lama, sudah tentu harga kopinya akan berbeda dengan kopi di warung pinggir jalan.
Tapi apa bener secangkir kopi di cafe kami itu mahal?
Saya ambil contoh secangkir kopi espresso dijual dengan harga Rp. 14 ribu. Mahal? Ya silakan saja disurvei berapa harga secangkir espresso di cafe-cafe perkotaan. Rata-rata pasti di atas 20 ribu, bahkan bisa mencapai 30 ribuan.
Berarti murah donk? Iya. Karena di cafe kami kopinya diproduksi sendiri, dan dipanggang sendiri, jadi bisa menekan ongkos produksi.
Demikianlah sedikit pelajaran tentang perkopian sore ini. Dan percayalah OG Cafe menjual kopi dan lain-lain dengan harga terjangkau dan suasana yang oke.
Apalagi kalau yang melayani mbaknya kece badai kayak di foto ini, masak masih bilang secangkir kopi kami mahalĀ