Ditulis pada 03 Januari 2020
By: Wima Brahmantya
Beberapa tahun yang lalu setiap akhir tahun seorang staf perkebunan biasa datang ke rumah dan membawakan durian beberapa buah. Waktu itu saya pikir di perkebunan kami memang ada beberapa pohon durian saja. Baru tahu saya ketika th 2014 saya masuk ke perusahaan ini ternyata ada ribuan pohon durian di sini (glek!).
Di tempat kami, selain memanfaatkan durian sebagai salah satu komoditi andalan, pohon durian juga dimanfaatkan sebagai penaung tanaman kopi. Karena memang tanaman kopi tidak boleh terekspos secara langsung ke sinar matahari.
Setiap tanaman pasti punya hama. Salah satu hama buat pohon durian adalah bajing. Rata-rata 10% durian yang dipanen tiap harinya ‘gupil’ digigit bajing. Tapi justru durian gupil karena bajing itu pasti enak. Karena bajing sebagaimana “cowok bajingan” memang sukanya yang “manis dan enak”.
Persoalannya memang kebanyakan pembeli ya ga mau sama durian gupil. Pada akhirnya kita-kita sendiri yang menikmati durian gupil (atau “durian bajing”) yang rasanya jauh lebih lezat daripada tampak luarnya.
Jadi demikianlah, bajing adalah “hama” bagi pohon durian. Dan tahukah anda satu-satunya cara mengatasi hama bajing tsb?
“Tembak”.
Ya. Ditembak. Diburu. Itulah kenapa sebelumnya ada saja warga sekitar yang masuk perkebunan bawa-bawa senapan buat berburu apa saja yang bisa diburu. Bahkan salah satu staf marketing saya pada waktu itu membuat usulan semacam event tahunan berburu bajing sebelum panen raya durian.
Saya tolak mentah-mentah. Bukan sekedar karena saya penggemar Chip & Dale (Kiki & Koko), tapi saya sudah berkomitmen untuk ikut “menjaga kelestarian lingkungan perkebunan” sesuai salah satu misi yang saya rancang di perusahaan.
Alam sudah memiliki mekanisme menjaga keseimbangan dirinya, salah satunya dengan “rantai makanan”. Bajing sudah pasti adalah bagian dari rantai makanan itu. Salah satu makanan bajing, selain buah-buahan, adalah serangga wawung (rhino beetle) yang kalau populasinya meledak efeknya jauh lebih berbahaya terhadap tanaman dibandingkan dengan bajing. Kalau populasi bajing menjadi langka, maka tidak ada lagi predator bagi wawung. Di tempat kami cukup banyak bisa ditemukan wawung.
Kita tentunya tahu bahwa bajing pada saat ini bisa dibilang sudah langka. Jika seandainya suatu hari spesies yang satu ini sampai punah, saya tidak mau menjadi bagian daripada penyebab kepunahan tersebut.
Itulah kenapa segera setelah saya pegang jabatan sebagai CEO di perusahan ini segala aktivitas perburuan liar di perkebunan resmi dihentikan. Tidak ada lagi sekarang yang boleh petentang petenteng bawa senapan, dijamin bakalan diborgol sama petugas keamanan kebun.
Mungkin saya memang ga terlalu cocok jadi pebisnis. Karena sering pakai perasaan. Makanya nyari untung kadang ga maksimal. Seperti halnya keuntungan penjualan durian kami harus direlakan 10% sebagai bentuk “sedekah alam”.
Note : yang baju putih itu bukan bajing, tapi anak saya Jaga Nusantara.
#durian
#de_karanganjar_koffieplantage
#keboen_kopi_karanganjar